Perayaan Tanpa Habis

Mungkinkah debaran hebat di dadamu benar karena diri ini?

Adakah sepercik hasrat untuk menggenggam tanganku lagi?

Bisakah kau tunjukkan senyummu walau sekali?

Hanya kau yang paham saat elegi mulai menghantam kewarasan diri ini


Kepedulianku kerap membunuhmu

Ekspektasimu akan cinta kerap dirobek segala skeptisku

Ketakutanku akan kehilanganmu turut mencekik lehermu

Saat kau terlalu baik menjaga tutur untuk merawat hatiku yang terlanjur keji ulung

Aku belum paham kau secara utuh


Kepalamu kau kunci

Untuk aku yang selalu rakus rinci penjelasan yang nyelekit

Kau terlalu gusar merah milikmu akan merongrong jiwaku yang sudah pernah sakit

Namun tahukah kau, menyiksa dirimu sama saja dengan membuatku runtuh?

Terbukalah dan sakiti aku sebagaimana ujarku yang menyiksa tiap malammu

Secara langsung

Tanpa lirik yang menyinggungku

Di mana nalar tajam itu?

Aku butuh itu


Menyerah tak pernah menyentuhku untuk menggapaimu

Namun diammu membuat pikiranku bercabang ribu

Aku tak tahu apa lagi yang bisa kutawarkan untuk mengekangmu tak pergi dariku

Rinduku belum memelukmu dengan penuh

Pesan dari lagumu kerap kubalas dengan keliru


Ataukah kehilanganku pernah kau damba saat kau terjaga hingga dini hari?

Barangkali setelah aku pergi

Ketenangan akan memelukmu

Pikiranmu bebas dari keruh

Tertawamu lepas seperti dulu


Ataukah Bapa tak mengijinkan kau kembali?

Tenggelamlah dalam garis akhir

Bukalah hati pada perempuan yang mau menyenangimu tanpa pamrih

Membujuk egomu saat kau menutup diri

Menenangkan saat amarahmu meninggi

Kuharap dia melakukan semua yang belum sempat tersampaikan oleh si runyam ini


Biarlah ia menjadi sosok yang menuangkan  seluruh hati dan menyusun puisi untuk kau yang selalu kupuji dengan haru

Jangan ada guratan pilu dalam rima-rima itu

Terutama di wajah dan hatimu

Semoga ia mampu membaca warnamu

Lebih baik dari aku


Lalu biarkan ia menulis surat cinta dan memberi kecupan di kepalamu yang ribut

Menemanimu membaca buku bersama daftar putar Spotify-mu

Memanjatkan doa sembari membayangkan wajahmu yang teduh

Menampik kesombongan diri hanya untuk mengucapkan semangat padamu

Mencintaimu

Lebih banyak dari aku


Jangan lari lagi atas siapa yang mencintaimu

Mungkin cintanya lebih gemerlap dibanding aku yang terbiasa berselimut abu

Tak semua serumit aku


Carilah sosok itu dan biarkan tulus berduri ini aku simpan di pojok paling hitam

Bersama kawan-kawannya yang kelam dan kerap menyakiti yang paling disayang

Walau isi lautan mustahil ditelan kolam

Kuharap rasa yang akan kuperangkap bermuara pada alur yang Ia sediakan

Apapun itu, kau pantas dapat perayaan tanpa habis, tanpa kelam


Kiranya ia sosok yang mampu membawa damai dan yang tak memiliki sisi dramatisku

Kusutku

Gilaku

Anehku

Posesifku

Amarahku

Obsesifku

Biar segala rumpang itu jadi urusanku


Berbahagialah

Jika pergiku adalah satu-satunya cara agar senyum itu muncul ke permukaan wajah kesukaanku

Akan kupaksa diri ini melepasmu

Sesakit-sakitnya hingga seikhlas-ikhlasnya

Ditemani dengan tangis-tangisnya


Namun jika masih ada secercah harap akan kehadiranku

Atau setitik anganmu agar kita bisa sembuh

Kembalilah dengan segala kelebihanmu

Bawa juga kurangmu yang tak pernah ada itu

Yakinkan aku

Ikat kembali aku

Ungkap semua gundah di dadamu

Agar aku bisa ubah sisiku yang pernah menjadi racun di pikiranmu

Untuk aku yang selalu ada untukmu

Untukmu yang selalu mengerti bahasaku

Supaya kita bisa melanjutkan yang sempat tak tertebus

Rindu-rindunya hingga mesra-mesranya

Diuji dengan tangis-tangisnya


@nindiandraa

(2024)

Komentar

Postingan Populer